Rabu, 20 Oktober 2010

Konstruktivisme dalam Perspektif Hubungan Internasional

I.             Pengertian Konstruktivisme
         Kontrukstivisme mencakup rentang luas teori yang bertujuan menangani berbagai pertanyaan tentang ontologi, seperti perdebatan tentang lembaga (agency) dan Struktur, serta pertanyaan-pertanyaan tentang epistemologi, seperti perdebatan tentang “materi/ide” yang menaruh perhatian terhadap peranan relatif kekuatan-kekuatan materi versus ide-ide. Konstruktivisme bukan merupakan teori HI, sebagai contoh dalam hal neo-realisme, tetapi sebaliknya merupakan teori sosial. Konstruktivisme dalam HI sebagai konstruktivisme “konvensional” dan “kritis”.Hal yang terdapat dalam semua variasi konstruktivisme adalah minat terhadap peran yang dimiliki oleh kekuatan-kekuatan ide. Konstruktivisme menggambarkan hubungan internasional teori konstruktivis sebagai peduli dengan bagaimana ide-ide define struktur internasional, bagaimana struktur ini mendefinisikan kepentingan dan identitas negara-negara dan bagaimana negara-negara dan aktor non-negara mereproduksi struktur ini. Prinsip utama dari konstruktivisme adalah keyakinan bahwa "politik Internasional dibentuk oleh ide-ide persuasif, nilai-nilai kolektif, budaya , dan identitas sosial ".  Konstruktivisme berpendapat bahwa realitas internasional secara sosial dikonstruksi oleh struktur kognitif yang memberikan makna terhadap dunia material. Teori ini muncul dari perdebatan tentang metode ilmiah dari teori-teori hubungan internasional dan peran teori dalam produksi kekuasaan internasional.
II.          Tokoh Kunci
               Pakar konstruktivisme yang paling terkenal, Alexander Wendt, menulis Anarchy is What States Make of It. Buku pada yang ditulis pada tahun 1992 ini disebut-sebut sebagai peletak dasar social-constructivism, sebenarnya buku ini adalah enigma tersendiri. Bagaimana tidak, Wendt sendiri pada awalnya menyebut dirinya sebagai seorang realist dan positivist [baru pada buku Social Theory of International Relations beliau menyebut dirinya sebagai seorang social constructivist] “.
III.       Kritik Konstruktivisme terhadap Neoliberal dan Neorealis
Pertama, neo-realis lebih menekankan pada relative gains sementara neo-liberalisme menekankan pada absolute gains. Perbedaannya adalah, katakanlah ada sebuah kue, jika kemudian negara-negara berpikir untuk mendapatkan potongan kue yang paling besar dari yang lain tanpa mempedulikan ukuran kue tersebut maka ia lebih menekankan pada relative gains. Sementara jika negara-negara berpikir untuk memperbesar ukuran kue agar seluruh negara dapat memperoleh potongan kue yang besar maka negara-negara tersebut lebih menekankan pada absolute gains.
Kedua, neo-realis tidak mempercayai bahwa institusi international dapat menanggulangi akibat dari anarki internasional. Sebaliknya bagi neo-liberal, mereduksi terjadinya misunderstanding dan kerjasama antar negara dapat mencegah efek-efek yang ditimbulkan oleh anarki internasional. Kemudian juga, jika neo-realis lebih menekankan pada masalah-masalah keamanan, neo-liberal lebih menekankan pada isu-isu ekonomi-politik.
Ada empat kelemahan yang dimiliki oleh ‘neo-neo synthesis’:Kedua perspektif meninggalkan isu-isu the use of force yang menjadi kunci perbedaan utama antara realisme dan liberalisme pada decade-dekade sebelumnya. Kedua perspektif tampaknya berusaha melemahkan relevansi isu-isu tersebut di dunia modern saat ini.Jika sebelumnya liberalisme melihat aktor-aktor sebagai agen moral dan realis melihat aktor-aktor sebagai power maximizers maka di dalam perkembangan ‘neo-neo debate’ keduanya setuju bahwa aktor-aktor merupakan value maximizers
Jika sebelumnya terjadi perdebatan dimana realis menekankan negara sebagai aktor  dan liberalisme menekankan pada ­non-state actors maka di dalam ‘neo-neo debate’ keduanya setuju bahwa negara merupakan aktor utama di dalam politik internasional.
Jika realisme melihat konflik sebagai kunci untuk memahami politik internasional dan liberalisme melihat kerjasama sebagai sesuatu yang penting maka neo-neo debate melihat kedua-duanya, baik kerjasama dan konflik sebagai fokus perhatian.

IV. Asumsi dasar Konstruktivisme
               Konstruktivisme lahir dari sebuah kritik secara terbuka terhadap pendekatan Neorealisme dan Neoliberalisme. Manusia adalah mahluk individual yang dikonstruksikan melalui realitas sosial. Konstruksi atas manusia akan melahirkan paham intersubyektivitas. Hanya dalam proses interaksi sosial, manusia akan saling memahaminya. Dalam melihat hubungan antar sesama individu, nilai-nilai relasi tersebut bukanlah diberikan atau disodorkan oleh salah satu pihak, melainkan kesepakatan untuk berinteraksi itu perlu diciptakan di atas kesepakatan antar kedua belah pihak. Dalam proses ini, faktor identitas individu sangat penting dalam menjelaskan kepentingannya. Interaksi sosial antar individu akan menciptakan lingkungan atau realitas sosial yang diinginkan. Dengan kata lain, sesungguhnya realitas sosial merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari proses interaksi tersebut. Hakekat manusia menurut konsepsi konstruktivisme lebih bersifat bebas dan terhormat karena dapat menolak atau menerima sistem internasional, membentuk kembali model relasi yang saling menguntungkan, atau yang diinginkan berdasarkan peraturan, strukturasi dan verstehen dalam speech acts
a.      Pandangan Mereka tentang Negara
         Secara garis besar realisme memandang negara sebagai satu-satunya aktor yang paling dominan dalam hubunga internasional, sedangkan liberalisme memandang bahwa dalam hubungan internasional juga terdapat individu, swasta, dan institusi atau organisasi internasional sehingga dalam pandangan kaum liberalis merekalah aktor dalam hubungan internasional. Namun pandangan ini berubah seiring dengan adanya revolusi dari kaum behavioralis yang menyatakan bahwa hubungan internasional adalah sesuatu yang dapat dijelaskan secara ilmiah dengan adanya data-data yang ada. Perubahan ini semakin diperkuat dengan berubahnya tatanan dunia pasca perang dunia dan mulainya perang dingin. Munculnya beberapa organisasi pasca perang dingin turut mempengaruhi pandangan neorealisme dan neoliberalisme dalam memandang aktor hubungan internasional. Neorealisme tetap memandang negara sebagai aktor paling penting . Hal ini sangat mudah dijelaskan oleh kaum neoralis, dengan melihat aktor yang sangat dominan pada masa perang dingin adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Isu yang sering dibawa oleh kaum neorealis seputar konflik dan perang yang terjadii diantara negara membawa kesimpulan bagi kaum neorealis bahwa negara merupakan aktor paling dominan dan penting dalam hubungan internasional (Beitz, 1979). Namun, hal ini tidak berarti bahwa neoralisme hirau akan adanya non-state actor seperti organisasi dan institusi internasional. Neorealisme tetap memandang eksistensi organisasi dan institusi internasional sebagai aktor penting namun bukan berarti sebagai aktor yang dominan karena dibalik mereka masih ada negara yang merupakan aktor paling dominan dalam hubungan internasional karena hanya negaralah yang memiliki kedaulatan.
Neoliberalisme berpandangan kontradiktif, menganggap bahwa dengan semakin banyaknya organisasi dan institusi internasional menandakan bahwa merekalah aktor hubungan internasional. Peran mereka yang begitu penting bahkan membuat mereka memiliki peran melebihi peran yang dimiliki oleh negara. Neoliberalisme juga tidak serta merta menyangkal adanya negara sebagai aktor hubungan internasional. Negara tetap dianggap sebagai aktor penting namun dalam era kontemporer peran organisasi dan institusi jauh lebih besar dari pada negara dan tidak dapat dipungkiri jika negara sangat membutuhkan kehadiran organisasi dan institusi internasional. Salah satu pandangan kaum neoliberal, dikemukan salah satunya oleh James Rosenau, mengemukakan bahwa hubungan internasional tidak hanya hubungan antar negara saja, melainkan di dalamnya terdapat individu yang secara signifikan terlibat dalam interaksinya (Jackson & Sorensen, 1999). Komunikasi juga terlihat dari adanya interaksi dengan kelompok masyarakat swasta. Hubungan antara negara, individu, dan kelompok masyarakat swasta yang saling tumpang tindih dan menjadi kooperatif ini dikenal dengan jaring laba-laba. Dengan meluasnya hubungan transnasional ini akan membawa kehidupan yang lebih damai.
b.      Anarki dalam Sistem Internasional
         Alexander Wendt menulis pada 1992 tentang Organisasi Internasional (kemudian diikuti oleh suatu buku, Social Theory of International Politics 1999), “anarki adalah hal yang diciptakan oleh negara-negara dari hal tersebut”. Banyak kritikus yang muncul dari kedua sisi pembagian epistemologis tersebut. Para pendukung pasca-positivis mengatakan bahwa fokus terhadap negara dengan mengorbankan etnisitas/ras/jender menjadikan konstrukstivisme sosial sebagai teori positivis yang lain. Penggunaan teori pilihan rasional secara implisit oleh Wendt juga telah menimbulkan berbagai kritik dari para pakar seperti Steven Smith. Para pakar positivis (neo-liberalisme/realisme) berpendapat bahwa teori tersebut mengenyampingkan terlalu banyak asumsi positivis untuk dapat dianggap sebagai teori positivis.Menanggapi asumsi dari (neo)realis maupun neoliberalis, konstruktivisme hampir sama dengan asumsi awal konstruktivisme yang diungkapkan Von Glaserfeld, berasumsi bahwa, terminologi sistem internasional yang anarki (baik kooperatif maupun konfliktual) dikonstruksikan oleh “keadaan psikologis” negara itu sendiri. Artinya adalah bagaimanapun sifat sistem internasional itu, baik konfliktual maupun kooperatif, hal tersebut terdeterminasikan oleh bagaimana cara state atau negara itu bertindak. Tentunya hal-hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan psikologis dari setiap negara. Dalam hal ini, Alexander Wendt memiliki versi dari konstruktivisme yang lebih radikal, yaitu konstruktivisme yang juga mengkritik asumsi konstruktivisme “reguler” yang menyatakan bahwa “anarki adalah sesuatu yang dibuat oleh negara”. Bagi Wendt, tidak ada logika anarki, tetapi anarki adalah sebuah efek dari praktik pemikiran konstruktivis reguler “anarki adalah sesuatu yang dibuat oleh negara”
c.       Peranan Ide dalam Hubungan Internasional
         Konstruktivis berfokus pada ide.  Konstruktivis memberikan perhatiannya pada kepentingan dan identitas negara sebagai produk yang dapat dibentuk dari proses sejarah yang khusus. Mereka memberi perhatian pada wacana umum yang ada ditengah masyarakat karena wacana merefleksikan dan membentuk keyakinan dan kepentingan, dan mempertahankan norma-norma yang menjadi landasan bertindak masyarakat (accepted norms of behavior). Dengan demikian konstruktivis memberi perhatian pada sumber-sumber perubahan (sources of change). Dengan pendekatannya yang demikian maka konstruktivis menggantikan marxisme sebagai the preeminent radical perspective di dalam hubungan internasional.
         Konstruktivis memberikan perhatian kajiannya pada persoalan-persoalan bagaimana ide dan identitas dibentuk, bagaimana ide dan identitas tersebut berkembang dan bagaimana ide dan identitas membentuk pemahaman negara dan merespon kondisi di sekitarnya.   
d.      Pandangan Perang dan damai
               Pandangan konstruktivis terhadap realitas hubungan internasional pada dasarnya muncul untuk membantah pandangangan neorealis. Neorealis selalu memandang realitas hubungan internasional sebagai sesuatu yang anarkis. Kondisi tersebut sifatnya given (ada dengan sendirinya) baik keberadaannya dan sifatnya yang permissive. Konsep “permissive” merujuk pada kondisi yang memungkinkan negara-negara untuk berperang. Dalam konteks ini perang terjadi karena tidak ada yang mencegah negara-negara untuk berperang. Sifat alamiah manusialah atau keadaan politik domestik negara predator yang menyebabkan terjadinya konflik. Jadi jika negara A menyerang negara B, kemudian B melakukan tindakan defense, maka itu disebabkan semata-mata hanya oleh faktor sifat alamiah manusia atau politik domestik. Jadi sistem internasional yang anarkis dan negara adalah sesuatu yang terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Semua perilaku negara terjadi di dalam sistem anarkis itu tanpa ada pengaruh apapun dari perilaku negara-negara terhadap sistem tersebut. Neorealis tidak melihat bahwa “practices” negara menentukan karakter anarchy. Dalam pandangan neorealis anarchy adalah sistem yang sifatnya self- help dan ditentukan oleh persaingan power politics, di mana keduanya adalah given oleh struktur sistem negara.
Konstruktivis tidak dalam posisi untuk menolak asumsi anarkis itu, namun memberikan argumen bahwa terjadi interaksi antar negara di dalam sistem anarkis tersebut. Dalam proses interaksi terjadi proses saling mempengaruhi antar negara sehingga memberikan “bentuk” terhadap struktur internasional. Dalam interaksi itu negara membawa subyektifitas masing-masing yang didasarkan pada meanings yang dimiliki. Proses interaksi menyebabkan terjadinya interaksi subyektifitas, dan kesepahaman tentang persepsi atau pengakuan identitas pihak lain--- yang selanjutnya disebut others dan diri sendiri (negara) disebut self—memunculkan konsep intersubyektifitas. Intersubyektifitas menyangkut kesepakatan ataupun pengakuan terhadap meanings bersama atau collective meanings. Masing-masing pihak di dalam proses interaksi telah sepakat tentang “sesuatu” yaitu bisa berupa musuh, teman, ancaman, atau kerja sama.
e.          Pandangan dalam Sistem Internasional
  konstruktivisme hampir sama dengan asumsi awal konstruktivisme yang diungkapkan Von Glaserfeld, berasumsi bahwa, terminologi sistem internasional yang anarki (baik kooperatif maupun konfliktual) dikonstruksikan oleh “keadaan psikologis” negara itu sendiri. Artinya adalah bagaimanapun sifat sistem internasional itu, baik konfliktual maupun kooperatif, hal tersebut terdeterminasikan oleh bagaimana cara state atau negara itu bertindak. Tentunya hal-hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan psikologis dari setiap negara. Dalam hal ini, Alexander Wendt memiliki versi dari konstruktivisme yang lebih radikal, yaitu konstruktivisme yang juga mengkritik asumsi konstruktivisme “reguler” yang menyatakan bahwa “anarki adalah sesuatu yang dibuat oleh negara”. Bagi Wendt, tidak ada logika anarki, tetapi anarki adalah sebuah efek dari praktik pemikiran konstruktivis reguler “anarki adalah sesuatu yang dibuat oleh negara


f.       Pandangan Individu
         Menurut konstruktivis, norma-norma sifatnya otonom dan norma membentuk dan menentukan perilaku negara di dalam sistem internasional. a)Norma tidak hanya berfungsi untuk mengatur (regulatory) namun lebih dari itu membentuk (constitutive) perilaku negara.
b) Kepentingan agent didasarkan/ditentukan oleh konstruksi identitasnya yang terbentuk di dalam/ melalui interaksi sosial.
c) Komunikasi antar aktor dan norma (moral norms) akan menentukan tingkah laku aktor tersebut. Aktor akan cenderung berprilaku sesuai dengan norma yang disepakati bersama.
d) Pentingnya perubahan sejarah internasional. Identitas agent akan berubah sejalan dengan perubahan struktur internasional.
g.         Perbandingan Pandangan Konstruktivisme dengan Neoliberal dan Neorealis
Perbedaan
Konstruktivisme
Neoliberalisme dan neorealisme
Metodologi
-    Mempertanyakan secara kritis dari mana datangnya identitas dan kepentingan tersebut
-    Identitas dan kepentingan bukan realitas melainkan bentukan struktur dan teori.
-    Menekankan pentingnya kekuatan Ide
-    Menjadikan kekuatan ide sangat berperan penting dalam kehidupan sosial dalam menentukan pilihan di antara perimbangan keberagaman sosial.
-    Institusi merupakan struktur sosial yang berfungsi untuk “sharing gagasan”

-    Mempertanyakan pengaruh lingkungan terhadap derajat perilaku aktor
-    Memperjuangkan identitas dan kepentinganya jika ada peluang
-    Kental dengan pendekatan Rational Choice dalam perilaku ekonomi borjuasi
-    Menekankan  pentingnya  kekuatan materi
-    Neorealist menyebut kepentingan negara berawal dari struktur materi yang anarkis.
-    Kekuatan ide direduksi untuk mengintervensi variabel antara kekuatan  materi dan hasil
-    Mengandalkan kekuatan materi dan kepentingan sendiri


Ontologi
-    Struktur dan intersubyektivitas
-    Tindakan memproduksi dan mereproduksi konsepsi identitas dalam ruang sosial dan waktu tertentu
-    Negara mentransformasikan kultur HI dalam konteks sistem keamanan kolektif (a collective security system)
-    Individual-centrism
-    Tindakan memproduksi dan mereproduksi konsepsi identitas individu semata.
-    Negara mentransformasikan kultur HI dalam konteks kekuatan yang berimbang (a balance of power)
Empirisme
-    Identitas dan kepentingan negara dikonstruksikan oleh sistem struktur
-    Kepentingan dan identitas negara selalu dikonstruksikan dalam sistem HI
-     
-    Identitas dan kepentingan negara dikonstruksikan oleh kekuatan domestik.
-    Asumsi yang konstan atas gagasan empirisme dan alasan yang independen dalam sistem internasional
-     




V.    Varian –varian dalam Konstruktivisme
        Konstruktivisme berkembang melalui tiga varian pemikiran yang berbeda: sistemik, level unit dan holistik. Varian yang pertama adalah konstruktivis sistemik, dengan tokohnya Alexander Wendt, memiliki kesamaan dengan neorealis dalam artian keduanya memberikan perhatian hanya pada interaksi antar negara sebagai aktor-aktor tunggal dan mengabaikan semua proses yang berlangsung di dalam masing-masing aktor tersebut. Memahami politik internasional, dalam pemikiran konstruktivis sistemik, berarti semata-mata memahami bagaimana negara berhubungan satu sama lain dalam ruang eksternal atau internasional. Seperti halnya dengan neorealisme, anarkhi dalam politik internasional menjadi sebuah konsep yang  penting dalam varian konstruktivisme ini. Hanya saja, berbeda dengan neorealist yang melihat negara berhubungan satu sama lain dalam konteks anarkhi, konstruktivis memahami anarkhi justru sebagai produk hubungan antar negara. Posisi ini ditujuukan dengan jelas oleh Wendt melalui judul dari salah satu karya utamanya, ‘Anarchy is what states make of it’ (1992).
        Varian kedua konstruktivisme berusaha melihat hubungan pengaruh norma-norma sosial dan legal di tingkat domestik bagi identitas, dan oleh karenanya, kepentingan-kepentingan negara. Peter Katzenstein merupakan salah figur penting konstruktivisme dari varian ini. Melalui dua buah karyanya, Cultural Norms and National Security: Police and Military in Changing Japan (1996) dan Tamed Power: Germany in Europa (1999), Katzenstein berusaha menunjukkan bagaimana kedua negara dengan pengalaman yang sama, sebagai negara yang kalah perang, mengalami pendudukan asing dan berubah dari otoritarian menuju demokrasi, memiliki kebijakan-kebijakan pertahanan internal dan external yang sangat berbeda. Menurut Katzenstein, perbedaan ini mencerminkan institusionalisasi norma-norma sosial dan legal yang berbeda di tingkat nasional kedua negara tersebut. Sekalipun tidak mengabaikan peran peran norma internasional dalam membentuk identitas dan kepentingan negara, penekanan yang berlebihan pada aspek domestik menempatkan konstruktivisme (dalam varian ini) pada posisi yang sulit untuk menjelaskan munculnya kesamaan-kesamaan antar negara ataupun adanya pola-pola konvergensi idetitas dan kepentingan negara-negara yang berbeda.
        Varian konstruktivisme ketiga, yakni holistik, berusaha menjembatani kedua posisi dua varian konstruktivisme yang bertolak belakang di atas dengan jalan melihat domestik dan internasional sebagai dua aspek berbeda dari tatanan sosial dan politik yang sama. Konstruktivis holistik berusaha menjelaskan dinamika perubahan global ¾ terutama dalam kaitannya dnegan muncul dan hancurnya negara berdaulat ¾ melalui hubungan timbal balik antara negara dan tatanan global tersebut.. Karena besarnya perhatian terhadap transformasi-transformasi yang bersifat global dan besar, varian konstruktivisme cenderung bersifat strukturalis dan mengabaikan aspek agency sebagai salah satu preposisi ontologis konstruktivisme. Dalam artian ini, gagasan, norma maupun budaya dipahami memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah transformasi, tetapi terlepas dari keinginan, pilihan ataupun tindakan manusia.





DAFTAR PUSTAKA


Stelle,Brent J.2007. Liberal -  Idealism : A constructivist critique. International Studies Review (2007) 9, 23–52.
Wendt ,Alexander E.1987. The Agent-Structure Problem in International Relations Theory. International Organization, Vol. 41, No. 3. (Summer, 1987), pp. 335-370.
Zehfuss, Maja, 2002, “Constructivism in International Relations : The Politics of Reality”, Cambridge University Press, Cet. I.
Adi,Anugrah W.2009. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Hubungan Internasional www.awanxhi.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Aji,Deni.2006. Konstruktivisme. www://ajideni.blogdrive.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB
Alfian,Heri. 2009. Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional. www.alfianheri.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Andhika ,Wendy.2007. Perspektif-Perspektif di dalam Hubungan Internasional. www.teori2hi.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Hasyim,Yusuf.2009.Konstruktivisme.http://yoesoef14.wordpress.com/2009/06/22/konstruktivisme/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Mandagie, Robin Riwanda.2009. Constructivism & Rationalism: A Bridge of (Neo)Realism and (Neo)Liberalism. Is Anarchy What States Make of It?. www.robinmandagie.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Setiawan,Asep.2008.Perspektif – Perspektif dalam Hubungan Internasional.www. theglobalpolitics.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Setyanto,Arif. Neorealisme dan Neoliberalisme : Dua Pendekatan Yang Saling Mendekati. http://pejuanghi.blogspot.com/2010/04/neorealisme-dan-neoliberalisme-dua.html. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Anonim.2010. Bedah buku Alexander Wendt, “Anarchy is What States Make of It. himahiunpad.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Anonim.2009.Kontruktivisme kritikan terhadap kerasionalitasan aktor hubungan internasional. http://kopiitudashat.wordpress.com/2009/07/14/konstruktivisme-kritikan-terhadap-kerasionalitasan-aktor-hubungan-internasional/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Anonim. 2008 .Teori Hubungan Internasional. http://skyfly23ve.wordpress.com/category/teori-hubungan-internasional/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
Anonim. 2009. Perdebatan Neo-neo.. http://langkahkecilkaki.blogspot.com/2009/08/great-debate.html. Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 pada pukul 15.00 WIB.
.

1 komentar:

Wahyu Dono mengatakan...

lumyan ge copas grap tugas

Posting Komentar

Previous Post Next Post Back to Top